BANJARMASINPOST.CO.ID, KUBU RAYA - Seekor Enggang Borneo hitam dengan perut putih atau sering disebut kangkaren perut putih ditemukan membusuk di Mungguk Linang Desa Batu Ampar Kecamatan Batu Ampar.

Saat ditemukan kondisi enggang tersebut sudah mulai membusuk dan dikerumuni semut dan lalat hutan.

Terlihat sebagian tubuhnya membiru dan mengalami luka parah. Anak enggang yang berukuran sekitar 15 sentimeter dengan berat sekitar 0,5 kilogram ditemukan tewas mengenaskan di tepi tangga menuju tower salah satu operator seluler di Mungguk Linang, Selasa (10/5/2016) sekitar pukul 10.30 WIB.

Diduga Enggang yang masuk famili bucerotidae tersebut merupakan korban pemburuan liar warga, sebab di sekujur tubunya terdapat luka berlubang dibagian dada hingga sayap. Kuat dugaan bahwa luka tersebut akibat dari timah panas pemburu.

Padahal Enggang yang dalam bahasa inggris disebut dengan istilah Harnbill tersebut merupakan satwa yang dilindungi berdasarkan peraturan perlindungan binatang liar tahun 1931 dan peraturan Pemerintah No 07 tahun 1991 tentang jenis satwa yang dilindungi.

Seorang saksi mata Iqbal (31), saat ditemui dilokasi kejadian menuturkan bahwa Enggang tersebut diperkirakan mati sekitar 2 hari yang lalu.

Dari luka yang terdapat dalam bagian tubuh enggang tersebut kemungkinan besar adalah akibat tertembak oleh pemburu di hutan.

Iqbal sangat menyanyangkan kejadian itu, masih adanya masyarakat yang melakukan pemburuan terhadap satwa-satwa yang langka dan dilindungi.

“Jika dilihat dari ciri-ciri bagian tubuh enggang yang ditemukan membusuk itu, kuat dugaan bahwa itu adalah akibat tertembak oleh pemburu di hutan. Oleh karena tidak langsung mati sehingga pemburu tidak mendapatkannya, dan jatuh membusuk disini. Ini sangat disayangkan semestinya masyarakat kita ikut menjaga habitat enggang ini,” kata Iqbal.

Gencarnya sosialisasi dalam menyiarkan dan mengkampanyekan sejumlah satwa yang dilindungi kepada masyarakat. ternyata masih ada saja pemburuan liarnua.

Dikhawatirkan jika terus terjadi tidak menutup kemungkinan sejumlah habitat yang dilindungi. Contohnya Enggang ini akan semakin terancam dan akan punah.

Padahal enggang tersebut masuk satwa yang dilindungi dan bahkan enggang juga telah menjadi maskotnya Kalimantan Barat.

Saksi mata lain yang juga ada dilokasi kejadian, Iyan (33) mengatakan hal serupa bahwa enggang tersebut ditemukan membusuk diduga karena tertembak oleh pemburu yang tidak bertanggung jawab. Iyan menyanyangkan hal tersebut terjadi sebab enggang borneo saat ini termasuk bagian satwa yang dilindungi dan harus dijaga bersama.

Kalimantan Timur adalah wilayah geografis (provinsi) di Indonesia yang sangat kaya dengan alam dan hasil buminya. Berbagai macam jenis flora dan fauna ada di wilayah seluas lebih dari 125 ribu kilometer persegi tersebut.

Namun, sayangnya, keberadaan dari beberapa spesies di Kalimantan Timur sudah dalam keadaan yang memprihatinkan. Saat ini, bahkan populasi mereka sudah terancam hilang dari muka Bumi. Nah, hewan apa saja yang merupakan spesies endemik Kalimantan Timur dan terancam punah? Yuk, disimak!

Apakah kamu pernah melihat kucing besar seperti gambar di atas? Bahkan, penulis yang sudah menetap di Kalimantan Timur selama 30 tahun tidak pernah melihat keberadaan macan dahan di alam liar. Bukan tanpa sebab, pasalnya, spesies dengan nama ilmiah Neofelis diardi borneensis tersebut memang sangat langka.

Populasinya hampir tidak pernah terlihat lagi di alam liar Kalimantan Timur secara umum. Oh ya, macan dahan Kalimantan juga berkerabat dekat dengan macan dahan yang dulunya ada di Sumatra, dicatat dalam laman Science Direct. Di dunia, hanya tersisa dua jenis spesies macan dahan, yakni Neofelis diardi Kalimantan Timur dan Neofelis nebulosa yang mendiami semenanjung Thailand dan beberapa zona Asia Tenggara.

Jumlah macan dahan Kalimantan Timur sendiri tidak diketahui dengan pasti. Namun, ilmuwan dan ahli satwa memperkirakan bahwa jumlahnya tidak sampai 5 ribu ekor dan terus mengalami penurunan populasi akibat rusaknya hutan. Pada 2008, Badan Konservasi dan Sumber Daya Alam Internasional (IUCN) memasukkan macan dahan Kalimantan Timur sebagai satwa yang terancam punah.

Bekantan atau Nasalis larvatus adalah spesies mamalia yang tergabung dalam kelompok primata dan memiliki habitat di Pulau Kalimantan. Di wilayah Kalimantan Timur, spesies bekantan mendiami wilayah Sungai Hitam di wilayah Samboja, Kutai Kartanegara. Bekantan juga dijuluki monyet berhidung panjang karena memang hidungnya terlihat unik.

Keberadaan bekantan juga sangat memprihatinkan akibat perburuan liar, penebangan hutan, dan perusakan habitat alam liar. Itu sebabnya, spesies bekantan menjadi salah satu spesies hewan yang sangat dilindungi oleh pemerintah Indonesia, bahkan oleh IUCN.

Yang membuat sedih adalah jumlah bekantan yang benar-benar sangat sedikit di alam liar. Menurut data yang ditulis dalam laman Cambridge, jumlah populasi bekantan di alam liar yang hidup mandiri hanya sekitar 300 ekor. Bekantan merupakan spesies yang rentan stres, bahkan mereka bisa mengalami kematian mendadak meskipun sedang berada di tempat penangkaran.

Burung enggang kalimantan

Burung enggang (rangkong) atau Buceros rhinoceros borneoensis adalah spesies burung khas dari pulau Kalimantan, terutama Kalimantan Timur. Spesies yang sanggup hidup selama 35 tahun ini sebetulnya sudah lama masuk ke dalam daftar hewan dilindungi. Saat ini, populasinya mengalami sedikit peningkatan, tapi masih belum seperti yang diharapkan.

Laman Rangkong Indonesia mencatat bahwa enggang termasuk burung yang cukup besar dengan ukuran panjang tubuh mencapai 90 cm. Oh ya, bagi suku Dayak, burung enggang merupakan burung yang menjadi simbol kepemimpinan dan memiliki filosofi luhur.

Kerusakan habitat, perburuan liar, dan hilangnya hutan di Kalimantan menjadi beberapa faktor yang menyebabkan burung enggang nyaris punah. Kemampuan reproduksi burung enggang juga cukup rendah. Itu sebabnya, keberadaan burung ini wajib dilindungi dan dijaga supaya tetap lestari.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Baca Juga: 5 Balapan Hewan Khas Nusantara yang Jadi Tradisi dan Agenda Budaya

Sudah umum diketahui bahwa orang utan adalah salah satu spesies yang terancam akibat rusaknya habitat mereka. Keberadaan hutan di Kalimantan Timur yang semakin menipis membuat populasi orang utan Kalimantan juga semakin menurun dari tahun ke tahun. Menurut data dari World Wildlife (WWF), habitat orang utan di Kalimantan telah berkurang 55 persen selama 20 tahun terakhir.

Bahkan, rusaknya habitat tersebut juga berdampak dengan penurunan populasi sebanyak 50 persen dalam 60 tahun terakhir. Jika tidak ada langkah serius dalam menangani hal ini, diperkirakan orang utan akan punah di waktu yang akan datang. Di antara semua spesies yang ada di dunia, orang utan Kalimantan Timur memiliki ciri fisik yang paling kecil dan sayangnya juga paling rentan terhadap stres.

Saat ini, sudah ada beberapa konservasi alam yang dibentuk khusus untuk menjaga dan melestarikan populasi orang utan. Meskipun begitu, kerusakan hutan yang sangat masif masih menjadi penyebab utama hilangnya keberadaan orang utan di alam liar Kalimantan.

Beruang madu adalah spesies hewan yang dijadikan maskot Kota Balikpapan. Namun, sayangnya, jumlah populasi beruang madu di alam liar tidak begitu menggembirakan. Laman Bear Conservation menulis bahwa beruang madu juga masuk ke dalam daftar merah IUCN, yang artinya termasuk hewan yang sangat terancam punah.

Itu sebabnya, keberadaan beruang madu juga dilindungi oleh undang-undang dan bagi siapa saja yang melakukan perburuan liar akan dikenakan hukuman yang berat. Beruang yang sanggup hidup selama 24 tahun ini memiliki sifat nokturnal, yakni aktif mencari makan di malam hari.

Habitat utamanya adalah hutan dengan pohon-pohon ukuran sedang yang tumbuh di pedalaman Kalimantan. Tingkat reproduksi beruang madu dinilai rendah, bahkan ada beruang madu dewasa yang hanya melahirkan sekali selama hidupnya. Biasanya, bayi beruang madu akan bersama induknya selama 18 bulan.

Pesut mahakam atau Irrawaddy dolphin adalah mamalia air yang juga sering disebut lumba-lumba air tawar. Spesies bernama ilmiah Orcaella brevirostris ini termasuk salah satu spesies yang nyaris tidak ditemukan lagi di alam liar akibat populasinya yang sudah sangat sedikit.

World Wildlife (WWF) dalam lamannya mencatat bahwa pesut mahakam merupakan kerabat dari pesut sungai di Asia Tenggara, misalnya lumba-lumba myanmar dan lumba-lumba Sungai Mekong, Kamboja. Di Indonesia, satu-satunya habitat dari mamalia langka ini ada di Sungai Mahakam, Kalimantan Timur.

Salah satu penyebab utama dari penurunan populasi pesut mahakam adalah rusaknya habitat yang disebabkan oleh polusi sungai. Berbagai macam limbah dan bahkan jaring liar telah membunuh banyak pesut dari tahun ke tahun. Jumlahnya di alam liar diperkirakan hanya puluhan sampai ratusan ekor saja.

Itulah beberapa spesies hewan yang ada di Kalimantan Timur yang statusnya sangat terancam punah. Kerusakan alam akibat ulah manusia telah menjadi bencana bagi habitat dari hewan-hewan tersebut. Yuk, kita lebih peduli terhadap kelestarian mereka di alam liar.

Baca Juga: 7 Hewan Ini Berkerabat dengan Hewan yang Gak Disangka, Bisa Tebak?

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Burung pelanduk kalimantan yang ditemukan kembali setelah hilang selama 170 tahun.

Nationalgeographic.co.id—Setelah dianggap sudah punah sejak 170 tahun lalu, burung pelanduk kalimantan bernama latin Malacocincla perspicillata ditemukan kembali di hutan hujan Kalimantan. Burung superlangka itu dijuluki juga sebagai burung pengicau alis hitam atau black-browed babbler.

Burung ini ditemukan secara kebetulan oleh warga bernama Muhammad Suranto dan Muhammad Rizky Fauzan di Kalimantan Selatan pada Oktober 2020. Mereka berhasil menangkap burung yang tidak dikenal itu, memotretnya, lalu melepaskannya kembali. Penemuan itu kemudian dilaporkan ke kelompok pengamat burung.

Paruhnya kuat, warna bulu cokelat, dan garis mata hitamnya yang khas. Tidak seperti spesimen taksiderminya, iris burung pelanduk Kalimantan yang masih hidup ini ternyata berwarna merah marun.

“Rasanya tidak nyata mengetahui bahwa kami telah menemukan spesies burung yang menurut para ahli telah punah,” kata Rizky Fauzan seperti dilansir The Guardian. “Kami sama sekali tidak menyangka akan seistimewa itu—kami pikir itu hanyalah burung lain yang belum pernah kami lihat sebelumnya.”

Baca Juga: Elang Jawa, Fakta Sains sampai Mitos Penjelmaan dari Garuda

Kapan dan di mana spesimen pertama dari burung itu ditemukan? Para ahli ornitologi berasumsi bahwa naturalis Jerman Carl Schwaner menemukannya di Jawa. Pada tahun 1895, ahli burung dari Swiss bernama Johann Büttikofer menyebut bahwa Schwaner berada di Kalimantan pada saat burung itu dikumpulkan.

Panji Gusti Akbar, dari kelompok ornitologi Indonesia Birdpacker, yang merupakan penulis utama makalah yang merinci penemuan kembali burung tersebut di Birding ASIA, mengatakan, “Penemuan sensasional ini menegaskan bahwa pengicau alis hitam berasal dari Kalimantan tenggara, mengakhiri kebingungan selama seabad tentang asal-usulnya.”

“Kami sekarang juga tahu seperti apa sebenarnya pengicau alis hitam itu. Burung yang difoto menunjukkan beberapa perbedaan dari satu-satunya spesimen yang diketahui, khususnya warna iris, paruh, dan kakinya. Ketiga bagian tubuh burung ini diketahui telah kehilangan warnanya dan sering kali diwarnai secara artifisial selama proses taksidermi (pengawetan)."

Baca Juga: Wisdom si Burung Tertua di Dunia Berulang Tahun, Bertambah Umur Lagi

Burung pelanduk kalimantan yang dianggap sudah punah sejak 170 tahun lalu.

Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Selatan menyatakan akan segera menelusuri keberadaan burung pelanduk Kalimantan itu. Kepala BKSDA Kalsel Mahrus Aryadi mengatakan, penemuan burung pelanduk kalimantan itu disinyalir terjadi di Kalsel. Namun, pihaknya juga belum mengetahui secara detail terkait penemuan burung super langka tersebut.

”Sebagai langkah selanjutnya, sangat dimungkinkan untuk melakukan survei guna mengetahui lokasi, populasi, maupun habitat, serta status keterancaman burung tersebut,” kata Mahrus seperti diberitakan Kompas.id.

Menurut Mahrus, penemuan burung yang sampai ratusan tahun tidak ada informasi yang jelas dan lengkap itu patut diapresiasi. ”Kami mengapresiasi semua pihak yang telah mengidentifikasi, membuat perbandingan dengan spesimen jenis yang ada di Belanda, serta melakukan konsultasi dengan pengamat burung nasional maupun internasional,” ujarnya.

Baca Juga: Berkat Konservasi, 48 Spesies Burung dan Mamalia Berhasil Diselamatkan dari Kepunahan

Andreas Buje (59), warga Desa Warukin, Kabupaten Tabalong, Kalsel, mengaku belum pernah mendengar informasi maupun cerita tentang burung pelanduk kalimantan. Mitos soal burung tersebut juga tidak ada dalam masyarakat Dayak setempat.

”Dalam masyarakat Dayak, khususnya Dayak Maanyan, tidak ada mitos ataupun cerita mengenai burung tersebut. Tetapi entahlah kalau dalam masyarakat Dayak yang lain,” kata pelestari seni tradisi tarian Dayak itu.

Gel Duri Landak Berpotensi Sembuhkan Luka: Termasuk Luka akibat Tertusuk Duri?